Selasa, 28 November 2017

Desain Unik di Grand Hyatt Bali



     
Grand Hyatt Bali merupakan salah satu bagian dari manajemen Hyatt di seluruh dunia. Hotel ini di bangun untuk memenuhi kebutuhan wisatawan domestic maupun mancanegara yang berkelas ekonomi menengah ke atas, dengan memberikan pelayanan dan suasana yang spesifik. Dengan 750 kamar yang terbentang pada 4 ‘desa’ serta meliputi 24 ruang executive, 9 ruang regency club, 3 ruang premier, 1 ruang depan pantai, 2 ruang presidential dan 2 villa deluxe, Hotel Grand Hyatt Bali merupakan suatu exploitasi lautan Pasifik yang dianggap berhasil. Hotel ini dikenal dengan hotel istana air karena banyaknya kolam – kolam, kebun – kebun alami serta pasir yang mengelilingi area hotel Grand Hyatt Bali.
                   
Konsep yang unik pada Grand Hyatt Bali adalah membuat konsep 4 village (4 desa) untuk eksteriornya sedangkan interiornya menggunakan konsep perpaduan antara konsep tradisional Bali dengan modern style. Karena sesuai dengan kepercayan masyarakat Bali, Grand Hyatt Bali tidak di disain dengan berdiri tinggi melebihin pohon kelapa sehingga dibuat konsep 4 village.


Eksterior pada bentuk bangunan Grand Hyatt Bali mencerminkan ciri – ciri bangunan tropis. Kesan bangunan tropis tersebut diwujudkan dengan bentuk penutup atap dan pengolahan eksterior pada hotel ini yang mengikuti setting daerah tropis. Untuk lebih menguatkan kesan Bali, para pengukir Bali direkrut untuk mengerjakan detail-detail serta gambar-gambar penghias. Hal ini terlihat pada restaurant makan laut ‘Nelayan’   yang   menunjukan   bagaimana ukiran-ukiran serta detail-detail tradisional menberikan nuansa bentuk seni yang alami.


Sumber : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=21694&val=1267
               https://www.traveloka.com/en/hotel/indonesia/grand-hyatt-bali-10334

Rabu, 01 November 2017

KRITIK ARSITEKTUR TERHADAP BANGUNAN




KRITIK ARSITEKTUR TERHADAP BANGUNAN “MENARA SAIDAH”

            
       ( Sumber : http://www.panoramio.com/photo/85630899 )
SEJARAH
Sejarah berdirinya Menara Saidah, Menara Saidah punya sejarah panjang. Gedung ini awalnya dibangun selama 3 tahun (1995-1998) oleh kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Hutama Karya (Persero) dengan jumlah lantai 18. Pemilik pertama gedung ini adalah PT Mustika Ratu atas nama Mooryati Sudibyo. Beberapa tenant sudah mengisi gedung ini saat mulai operasional salah satunya adalah Kementerian Pembangunan Wilayah Timur Indonesia atau yang sekarang menjadi Kementerian Pembangunan Daerah Terpencil (PDT).
Kemudian dilakukan lelang tahun 1995 dan dimenangkan oleh Keluarga Saidah dengan pemilik diserahkan kepada Fajri Setiawan, anak kelima Nyonya Saidah. Saat dimenangkan oleh Keluarga Saidah, gedung ini mengalami renovasi besar-besaran salah satunya penambahan jumlah lantai. Dulunya bernama Menara Grasindo atau Gamlindo gitu. Lantainya ditambah hingga 28 dari 18 lantai. Namun saat ini, pemilik gedung beralih ke anak bungsu Nyonya Saidah atau suami dari artis Inneke Koesherawati. Fajri Setiawan si pemilik lama, sudah meninggal. “Pemilik lama Fajri Setiawan itu meninggal. Diganti sama anak bungsu Nyonya Saidah, suaminya Inneke," jelasnya. Renovasi besar-besaran ini dilakukan termasuk menambah ketinggian gedung awal yang 18 lantai menjadi 28 lantai.
Sejak diresmikan pada tahun 2001, gedung perkantoran Menara Saidah memiliki daya tarik yang cukup tinggi bagi kalangan pengusaha. Terbukti di tiap lantainya selalu dipenuhi oleh kesibukan para karyawan dari perusahaan penyewa.Bahkan ketika malam hari, gedung berlantai 28 itu bak sekumpulan kunang-kunang dari kejauhan. Penuh dengan cahaya bersinar di setiap sisinya. Namun, kemegahan gedung milik Saidah Abu Bakar Ibrahim itu hanya tinggal cerita. Sebab, sejak tahun 2007 silam, Menara Saidah resmi ditutup untuk umum. Salah satu penyebabnya karena pondasi gedung sudah tidak tegak berdiri. Terjadi kemiringan beberapa derajat, yang membahayakan keselamatan penghuni gedung.

"Konstruksi bangunan Menara Saidah memang bermasalah sejak awal. Tetapi, baik pemilik maupun dinas P2B tidak ada yang mau memberikan penjelasan," ujat pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna kepada sumber merdeka.com Bahkan santer beredar kabar pengelola gedung sudah pernah mendatangkan tim ahli bangunan dari Jerman untuk meluruskan kembali pondasi gedung. Namun, karena biaya yang cukup tinggi, ratusan miliar, membuat pengelola mengurungkan rencananya. Seiring berjalannya waktu, banyak pihak yang menyayangkan 'menganggurnya' menara tertinggi di Jalan MT Haryono, Jakarta itu. Sehingga berkeinginan untuk membelinya.Tercatat, Universitas Satyagama pernah menawarkan diri membeli Menara Saidah seharga Rp 450 miliar. Namun lantaran suatu hal, pihak universitas tidak melanjutkan proses negosiasinya.Bahkan kabar terakhir yang diperoleh merdeka.com, Menara Saidah pernah ditawar oleh pengusaha asal pulau garam, Madura seharga Rp 16 miliar. Namun sekali lagi kabar tersebut lenyap seiring semakin pudarnya bangunan megah itu.

   
BANGUNAN 

            Pada tahun 2007 gedung ini resmi ditutup untuk umum karena pondasi gedung tidak tegak berdiri dan miring beberapa derajat serta dianggap membahayakan keselamatan penghuni gedung. Konstruksinya dianggap bermasalah sejak awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan. Rahmat, salah satu petugas keamanan yang pernah bekerja selama delapan tahun di gedung tersebut menuturkan pada tahun 2007 pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak, dan hingga hari ini ratusan karyawan belum memperoleh pesangon. Karena lokasinya yang strategis banyak penawaran masuk, termasuk dari Universitas Satyagama pada tahun 2011.
Keterangan yang diberikan oleh salah satu petugas keamanan, Rahmat, pindah tangan pemilik tidak terjadi karena pemilik awal tidak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung. Menara Saidah pada tahun 2012 oleh pemilik kemudian diserahkan dalam pengawasan Polsek Cawang, Jakarta Timur dimana setiap pagi polisi dari Cawang datang, dan menandatangan daftar. Masalah keamanan, termasuk kebakaran sepenuhnya tanggung jawab polisi. Pada tahun 2012 gedung dalam keadaan tidak terawat karena jalan akses masuk dan keluar gedung sudah banyak yang pecah, dalam keadaan gelap, dan hanya taman depannya yang masih dibersihkan menyewa jasa petugas kebersihan jalan raya. Ketidak jelasan status gedung ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal disekitar khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.  Lurah setempat, Shalih Nopiansyar, mengatakan permintaan bertemu dengan pemilik terkait kelangsungan bangunan tidak berhasil, begitu pula pihak yang tertarik membeli gedung yang selalu terhenti di tengah jalan dan tak ada kabar lagi. Pemda setempatpun belum menerima laporan mengenai rencana terkait bangunan Menara Saidah.



KRITIK

Menara Saidah merupakan gedung bergaya arsitek Romawi berlantai 28 yang menjulang di Jalan Gatot Subroto, Jakarta sudah empat tahun kosong tanpa penghuni. Berbagai dugaan penyebabnya mulai dari masalah gedung yang miring, berhantu hingga sengketa manajemen. Hingga berita ini diturunkan pihak Hutama Karya belum bisa dikonfirmasi. Kecantikan gedung dapat dilihat ornamen tampak luar maupun tampak dalam, pihak Hutama Karya pun mengakui memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pelaksanaan pengerjaan proyek. Bahkan Patung-patung gaya Romawi yang langsung diimpor dari Italia merupakan ciri kas gedung yang dibangun sejak 1995 sampai dengan 1998. Sentuhan ala Las Vegas tampak pada ceiling-lobby yang nuansanya bisa diganti-ganti.
Namun sayangnya gedung Menara Saidah Konstruksi bangunannya memang bermasalah sejak awal. Tetapi, baik pemilik maupun dinas P2B tidak ada yang mau memberikan penjelasan, pengelola gedung sudah pernah mendatangkan tim ahli bangunan dari Jerman untuk meluruskan kembali pondasi gedung. Namun, karena biaya yang cukup tinggi, ratusan miliar, membuat pengelola mengurungkan rencananya dan membiarkan gedung tersebut kosong tanpa penghuni sampai sekarang ini hingga gedung menara saidah bangunannya lapuk dan kelihatan miring bangunannya serta banyaknya cerita mistis yang berkembang dimasyarakat sekitar, tidak adanya penjelasan dari pemilik dan Dinas P2B justru menimbulkan kekhawatiran masyarakat yang tinggal di sekitar bangunan itu. Masyarakat jadi khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA